IMPLEMENTASI BANTUAN HUKUM DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Kewenangan bantuan hukum di daerah diberikan oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan Permendagri Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah.

Untuk melaksanakan perintah undang-undang tersebut pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin. Sedangkan untuk pelaksanaan permendagri tersebut dapat dilaksanakan secara langsung oleh daerah tanpa harus ditetapkan melalui peraturan daerah.

Pembentukan Perda ini dilaksanakan dalam rangka melaksanakan perintah langsung Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tersebut dengan tujuan untuk mewujudkan hal konstitusional masyarakat yang mencari keadilan di lembaga peradilan, menjamin dan melindungi masyarakat miskin dalam mendapatkan bantuan hukum, memfasilitasi pemberian bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum, dan mewujudkan tepat sasaran pemberian dana bantuan hukum yang berasal dari APBD.

Dalam peraturan tersebut bantuan hukum didefinisikan sebagai jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum, sedangkan penerima bantuan hukum adalah orang miskin atau kelompok orang miskin.

Penyelenggara bantuan hukum itu sendiri adalah pemerintah provinsi melalui biro hukum. Oleh karena itu bentuk bantuannya hanya sebatas penyelenggara bukan pelaksana sebagai kuasa hukum. Adapun pelaksananya adalah lembaga-lembaga hukum yang telah terakreditasi oleh Kementerian Hukum dan HAM sedangkan pemerintah provinsi melalui biro hukum hanya menyiapkan anggaran pelaksanaannya.

Bantuan hukum yang diberikan dapat berupa bidang hukum keperdataan, pidana dan tata usaha negara melalui jalur baik litigasi maupun non litigasi.

Dengan ditetapkannya perda ini masyarakat yang dikategorikan miskin sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dapat mengajukan bantuan hukum kepada lembaga bantuan hukum atau pemberi bantuan hukum dalam rangka menyelesaikan permasalahan hukum yang sedang dihadapi.

Berbeda halnya penerapan Permendagri Nomor 12 Tahun 2014, biro hukum selaku perwakilan pemerintah provinsi diberi kewenangan yaitu dapat langsung melaksanakan sebagai kuasa hukum yang akan beracara di peradilan, tetapi pelaksanaannya sejauh ini hanya dalam peradilan tata usaha negara untuk menghadapi setiap gugatan terkait dengan kebijakan kepala daerah di lembaga peradilan. Di luar itu biro hukum belum dapat melakanakannya, hal ini dikarenakan keterbatasan SDM dan anggaran.

Setiap permohonan bantuan hukum yang diajukan masyarakat miskin sejatinya harus diterima dan diselesaikan oleh pemerintah daerah berdasarkan amanah peraturan perundang-undangan, tetapi tataran pelaksanaannya sulit untuk diupayakan secara maksimal sebab terdapat kendala menyangkut anggaran bantuan hukum itu sendiri yang terbatas.

Dengan keterbatasan tersebut walaupun pemerintah provinsi belum bisa melaksanakan bantuan hukum secara optimal melalui jalur litigasi tetapi setidaknya masyarakat dapat mengajukan bantuan hukum melalui jalur non litigasi sebagaimana diamanahkan oleh permendagri tersebut. Adapun upaya non litagasi dapat berupa pengaduan hukum, konsultasi hukum dan penanganan unjuk rasa yang dapat diajukan melalui biro hukum.

Demikian penjelasan singkat mengenai bantuan hukum yang dapat diberikan oleh pemerintah provinsi kepulauan bangka belitung kepada masyarakat miskin. Melalui tulisan ini diharapkan masyarakat khususnya yang “tidak mampu” dapat memahami bantuan hukum yang diberikan oleh pemerintah provinsi serta hak mengajukan bantuan hukum jika menghadapi permasalahan hukum baik melalui litigasi maupun non litigasi.

(saran & kritik: sulaiman.ibrahim.m2@gmail.com)

Penulis: 
SULAIMAN, S.H.